Jumat, 11 Desember 2009

BEBAN YANG SUBYEKTIF !!!


Kebo itu ternyata menyandang beban berat  dipunggungnya,yaitu gembala dan serulingnya.

Sang gembala dengan bobot lebih dari setengah kuintal, jelas merupakan "beban" yang amat berpengaruh terhadap konsisi fisik kebo. Serulingnya yang mendayu-dayu, ternyata tak sedap didengarnya. Membuat perasaan sang kebo menjadi ciut, pesimis, frustasi, nyali mengecil dan hampir putus asa.


Bunyi seruling memang indah, namun tidak memberikan semangat, bahkan mengerdilkan ambisi dan obsesi. Sehingga ada beban ganda yang disandang sang kebo, dua-duanya berat dan menekan, namun sang kebo tidak punya pilihan.

Ada jutaan kebo yang mengalami nasib serupa, bahkan ratusan juta manusia mengalami kondisi yang sama. Senada dan seirama dengan sang kebo, bahkan dengan beban yang jauh lebih berat. Ternyata sebagian dari beban itu hanyalah subyektif. Beban seperti ada padahal tidak ada, yang tampak namun sebenarnya tiada.  Ratusan juta (atau milyar ???) manusia dihantui beban berat. Lantas apa saja beban yang subyektif itu ?

Seorang lelaki sedang berjalan dimalam hari yang hitam pekat, tiada berbintang. Jantungnya mulai berdebar kencang. Ada apa gerangan ? Ternyata tempat yang dilaluinya ialah kuburan tua yang dianggap angker. Hal itu membuat langkahnya menjadi sangat berat, seolah sedang menyeret berkarung-karung beban. Nah, itulah salah satu contoh beban yang subyektif.

Wahhh Pak Gaok itu mengerikan, membuat orang merinding ketakutan sampai kedinginan. Kenapa dengan Pak Gaok ini ? Ternyata modalnya hanya memasang tampang bengis, bicaranya kencang, tajam dan nyelekit.  Kalau Pak Gaok ngomong, suaranya selalu dikencangkan, mukanya dipasang "sadis". Mungkin agar lawan bicaranya merasa kalah sebelum bertanding. Ya, bagi Pak Gaok segala bentuk interaksi sosial dianggapnya sebagai game yang harus dimenangkan. Ternyata hampir setiap orang yang terpaksa berhadapan dengan Pak Gaok, seolah menyandang beban. Padahal semua itu subyektif. Pak Gaok manusia biasa juga, yang tak mungkin  menerkam.

Lalu bagaimana upaya untuk mengatasi perasaan dan pikiran yang cenderung subyektif tersebut , sebagaimana contoh di atas, dan masih banyak contoh kasus lainnya.  Langkah pertama, tentu saja harus memiliki kacamata obyektif, pikiran atau opini yang positif dan mental atau perasaan  yang sehat. Jika sudah memiliki perangkat tersebut, tentu saja kondisi lingkungan yang mencekam dan orang yang menakutkan hanya dianggap sebagai dinamika kehidupan.

Orang berperangai buruk hanyalah orang yang berperilaku abnormal, a sosial atau sedang menyandang persoalan psikologis. Dia butuh pertolongan, bahkan terapi. Sikap dan perilaku menyimpangnya tidak perlu ditanggapi secara serius.  Dalam hal ini, orang yang normal dan sehat tidak akan memilih bersikap frontal melawan orang yang abnormal dan kurang sehat.

Sikap bijak dalam menghadapi situasi dan persoalan yang subyektif, akan mempertahankan perasaan dan pikiran dalam kondisi yang stabil dan terbuka. Inilah pangkal kehidupan yang sehat, mengurai beragam persoalan dengan kacamata dan paradigma yang obyektif . (Atep Afia)

Tidak ada komentar: